Sabtu, 26 Maret 2016



BAB I
PENDAHULUAN
       1.1       Latar Belakang
Penanganan kasus gawat darurat pada setiap rumah sakit khususnya sering menjadi sorotan publik sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sering merasa terabaikan dan tidak jarang berakhir pada kematian. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang terjangkau seluruh masyarakat. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal resiko kehamilan, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan risiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal kehamilan resiko tinggi, secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri, maupun kondisi ekonomi. Penyebab utama tingginya angka kematian ibu ialah adanya 3 terlambat (3T) yaitu terlambat mencari pertolongan, terlambat mencapai tempat tujuan dan terlambat memperoleh penanganan yang tepat setelah tiba ditempat tujuan.
Pelayanan gawat darurat bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan. Pelayanan gawat darurat terdiri dari; falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian mutu.
       1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Unit Gawat Darurat?
2.      Apa Tujuan dari Unit Gawat darurat?
3.      Kegiatan Unit Gawat Darurat seperti apa?
4.      Fasilitas Unit Gawat Darurat seperti apa?
5.      Hal-hal yang harus di perhatikan dalam UGD seperti apa?
6.      Indikator Unit Gawat Darurat seperti apa?
7.      Prinsip-prinsip Unit Gawat Darurat seperti apa?
8.      Triage Unit gawat Darurat seperti apa?
9.      Bagaimana Prosedur Unit Gawat Darurat?
10.  Indikator Mutu UGD seperti apa?

       1.3       Tujuan Penulisan
1.      Dapat mengetahui Pengertian dari Unit Gawat Darurat
2.      Mengerti Tujuan dari Unit Gawat darurat
3.      Mengetahui Kegiatan Unit Gawat Darurat
4.      Mengetahui Fasilitas Unit Gawat Darurat
5.      Mengetahui Hal-hal yang harus di perhatikan dalam UGD
6.      Mengetahui Indikator Unit Gawat Darurat
7.      Mengetahui Prinsip-prinsip Unit Gawat Darurat
8.      Mengetahui Triage Unit gawat Darurat
9.      Mengetahui Prosedur Unit Gawat Darurat
10.  Mengetahui Indikator Mutu UGD 


BAB II
PEMBAHASAN
       2.1       Definisi
Gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).
Gawat Darurat (Azrul, 1997) yang dimaksud gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan kesehatan di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD menjadi khas, diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.
Unit gawat darurat (UGD) adalah layanan yang disediakan untuk kebutuhan pasien yang dalam kondisi gawat darurat dan harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan darurat yang cepat. Sistem pelayanan yang diberikan menggunakan sistem triage, dimana pelayanan diutamakan bagi pasien dalam keadaan darurat (emergency) bukan berdasarkan antrian.`
       2.2       Tujuan
Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk memberikan pertolongan pertama bagi pasien yang dating dan menghindari berbagai resiko, seperti: kematian , menanggulangi korban kecelakaan, atau bencana lainnya yang langsung membutuhkan tindakan.
Selain tujuan umum tersebut adapun tujuan utama dari pelayan gawat darurat yaitu :
1.    Memberikan pelayanan komunikatif, cepat dan tepat selama 24 jam terus  menerus
2.    Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat  yang berada dalam keadaan gawat darurat
3.    Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat sehingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
4.    Menerima dan merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih
5.    Menanggulangi korban bencana
Pelayanan pada Unit Gawat Darurat untuk pasien yang datang akan langsung dilakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya. Bagi pasien yang tergolong emergency (akut) akan langsung dilakukan tindakan menyelamatkan jiwa pasien (life saving). Bagi pasien yang tergolong tidak akut dan gawat akan dilakukan oengobatan sesuai dengan kebutuhan dan kasus masalahnya yang setelah itu akan dipulangkan kerumah.

       2.3       Kegiatan
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab UGD banyak macamnya, secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Flynn, 1962) :
1.    Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat
Kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas ini sering disalah gunakan. Pelayanan gawat darurat sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life savng), sering dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care). Pengertian gawat darurat yang dianut oleh anggota masyarakat memang berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat, setiap gangguan kesehatan yang dialaminya, dapat saja diartikan sebagai keadaan darurat (emergency) dan karena itu mendatangi UGD untuk meminta pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah penderita rawat jalan yang mengunjungi UGD dari tahun ke tahun tampak semakin meningkat.
2.    Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif
Kegiatan kedua yang menjadi tangung jawab UGD adalah menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawa inap yang intensif. Seperti misalnya Unit Perawatan Intensif (intensive care unit), untuk kasus-kasus penyakit umum, serta Unit Perawatan Jantung Intensif (intensive cardiac care unit) untuk kasus-kasus penyakit jantung, dan unit perawatan intensif lainnya.
3.    Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions). Sayangnya, kegiatan ketiga ini belum banyak diselenggarakan.
       2.4       Fasilitas
Fasilitas yang disediakan di instalasi / unit gawat darurat harus menjamin efektivitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari seminggu secara terus menerus.
1.    Susunan ruangan dan arsitektur bangunan harus dapat menjamin efisiensi pelayanaan kegawat daruratan.
2.    Harus ada pelayanaan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya berdekatan dengan Unit Gawat Darurat.
3.    Alat dan instrument harus berkualitas baik dan selalu tersedia untuk di pakai.
4.    Memiliki mobil Ambulance
       2.5       Hal- hal Yang Harus Diperhatikan dalam Pelayanan Gawat Darurat
2.5.1   Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti syok hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong, bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan), bagaimana kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung.
2.5.2   Pendidikan
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
a)      Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
b)      Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
c)      Menguasai teknik mengontrol perdarahan
d)     Menguasai teknik memasang balut-bidai
e)      Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Golongan orang awam lain yang sering berada di tempat umum karena bertugas sebagai pelayan masyarakat  seperti polisi, petugas kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki kemampuan tambahan lain yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat dalam kondisi :
a)      Penyakit anak
b)      Penyakit dalam
c)      Penyakit saraf
d)     Penyakit Jiwa
e)      Penyakit Mata dan telinga
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal secara berkala dan berkelanjutan. Pelatihan formal di intansi-intansi harus diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.
2.5.3   Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya dan personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara. Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun dengan ambulan biasa yang tidak memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.
2.5.4   Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini berlaku di Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta memiliki jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN. Orang berada memiliki asuransi jiwa
2.5.5   Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.
       2.6       Indikator Unit Gawat Darurat
1.         Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa.
2.         Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam.
3.         Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat (yang masih berlaku).
4.         Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim.
5.         Waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat, standar ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang.
6.         Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%.
7.         Kematian pasien ≤ 24 jam, standar ≤ 2 per 1000 ( pindah ke pelayanan rawat inap setelah 8 jam ).
8.         Khusus untuk RS jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam.
9.         Perawat minimal D3 dan bersertifikat pelatihan Pelayanan Gawat Darurat.
10.     Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka.
       2.7       Prinsip-prinsip Unit Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem atau organ seperti :
1.      Susunan saraf pusat
2.      Pernafasan
3.      Kardiovaskuler
4.      Hati
5.      Ginjal
6.      Pancreas
Kegagalan (kerusakan) sistem atau organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1.      Trauma / cedera
2.      Infeksi
3.      Keracunan (polsoning)
4.      Degenerasi (kailure)
5.      Asfiksi
6.      Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of water and electrolie)
Kegagalan sistem saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan kehilangan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). Sedangkan kegagaln sistem / organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama. Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1.      Kecacatan menemukan penderita gawat darurat
2.      Kecepatan meminta pertolongan
3.      Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a.       Ditempat kejadian
b.      Dalam perjalanan kerumah sakit
c.       Pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas / Rumah Sakit
       2.8       Triage (Triase)
Triage adalah suatu sistem pembagian / klasifikasi prioritas klien berdasarkan  berat / ringannya kondisi klien / kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triage berasal dari bahasa Perancis trier, bahasa Inggris triage dan diturunkan ke dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis  perawatan gawat darurat.
Menurut Brooker (2008), dalam prinsip Triase diberlakukan sistem prioritas, yaitu penentuan / penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai  penanganan yang mengacu pda tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan pasien  berdasarkan :
1.   Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2.   Dapat mati dalam hitungan jam
3.   Trauma ringan
4.   Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam Triase dapat dilakukan dengan :
1.   Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
2.   Menilai kebutuhan medis
3.   Menilai kemungkinan bertahan hidup
4.   Menilai bantuan yang memungkinkan
5.   Memprioritaskan penanganan definitive
6.   Tag warna
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem Triase adalah kondisi pasien yang meliputi :
a)      Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b)      Darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c)      Gawat Darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC ( Airway / jalan nafas, Breathing  /  bernafas, dan Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat.
Berdasarkan tingkat prioritas ( Labelling ), maka dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Klasifikasi
Keterangan
Prioritas I (Merah)
Mengancam nyawa atau fungsi vital,  perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan  pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok temoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II & III > 25%.
Prioritas II (Kuning)
Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam  jangka waktu singkat. Penanganan dan  pemiindahan bersifat jangan terlambat. Contohnya patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II & III < 25%, trauma thorak / abdomen, trauma bola mata.
Prioritas III (Hijau)
Perlu penanganan seperti pelayanan  biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contohnya luka superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (Hitam)
Kemungkinan hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contohnya jantung henti kritis, trauma kepaala kritis.
 
           Alur dalam proses Triase :
1.      Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD
2.      Di ruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya olehperawat.
3.      Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung UGD)
4.      Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a)      Segera / Immediate (Merah)
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Pasien dapat langsung segera diberikan pengobatan di ruang tindakan UGD.
b)     Tunda / Delayed (Kuning)
Pasien memerlukan tindakan definitif tapi tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien yang memerlukan tindakan lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan mmenunggu giliran setelah  pasien kategori triase merah telah selesai ditangani.
c)      Minimal (Hijau)
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Pasien dapat dipindahkan ke rawat  jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan maka pasien dapat diperbolehkan untuk pulang.
d)     Expectant (Hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meskipun sudah mendapat pertolongan. Pasien / korban yang telah meninggal dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
       2.1       Prosedur Unit Gawat Darurat
1.      Pasien masuk ruang gawat darurat.
2.      Pengantar mendaftar ke bagian administrasi (front liner).
3.      UGD menerima status pasien dari rekam medik dan map plastik merah.
4.      Paramedik dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.
5.      Paramedik dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai SPM emergensi Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh pasien/keluarga (informed consent).
6.      Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang, ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
7.      Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau paramedis berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang mengancam jiwa pasien.
8.      Diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel laboratorium dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan rontgen, paramedik mengantarkan pasien ke unit radiologi.
9.      Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh pasien/keluarga (informed consent).
10.  Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang, ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
11.  Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau paramedis berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang mengancam jiwa pasien.
12.  Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel laboratorium dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan rontgen, paramedik mengantarkan pasien ke unit radiologi.

       2.2       Indikator Mutu Unit Gawat Darurat
Untuk mengendalikan mutu pelayanan Unit Gawat Darurat, maka perlu dilakukan upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan instalasi / unit gawat darurat. Dengan kriteria :
1)      Ada data dan informasi mengenai :
a.       Jumlah kunjungan
b.      Kecepatan pelayanan (respon time)
c.       Pola penyakit / kecelakaan
d.      Angka kematian
2)      Instalasi / Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap  pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satun kali dalam setahun.
3)      Instalasi / Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap kasus-kasus tertentu sedikitnya satu kali dalam setahun.

BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Setiap Pelayanan Gawat Darurat harus mampu melayani dan menanggapi dalam tindakan yang cepat agar kelangsungan hidup pasien dapat terjamin yang di dukung oleh tenaga Ahli Medis yang sesuai dengan standar Pelayanan Gawat Darurat dan tersedianya sarana dan prasarana ( fasilitas ) yang memadai.
3.2    Saran
Untuk setiap rumah sakit khususnya di bagian pelayanan gawat darurat agar lebih di tingkatkan lagi dari segi ahli medis dan fasilitasnya di atas standar supaya berbagai kondisi pasien dapat ditanggapi dengan cepat  oleh rumah sakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aninomous,1999. Triage officers course.
Brooker, Chris. (2008). Enslikopedia Keperawatan. Jakarta:EGC.
DR.Dr. Azrul Azwar MPH. 1996.  Pengantar administrasi kesehatan. Binarupa Aksara. edisi ketiga.
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan,Jakarta : EGC
Oman, K 2008. Panduan Belajar Keperawatan Gawat Darurat  : Jakarta : EGC